Selasa, 23 Oktober 2012

Qiyas.UShul fiqh



TUGAS KELOMPOK
Ushul Fiqh : Qiyas perspektif AsSyafi'i
DOSEN PENGAMPU : Ust.Syaiful Ilmi M.Si
DISUSUN
O
L
E
H
Muhammad Abduh L
NIM : 1112210979
Hayatuni
NIM : 1112211184
PROGRAM STUDI MUAMALAH
JURUSAN SYARIAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) PONTIANAK
2011/2012



DAFTAR ISI

KATA PENGANTA  …………………………………………………........
DAFTAR ISI  …………………………………………………….................
BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang    ……………………………………………………… i
B.     Rumusan Masalah           …..…………………………………………..ii
BAB II PEMBAHASAN
A.    Pengertian Qiyas .....................................................................................5
B.     Rukun-rukun Qiyas         ..........................................................................5
C.      Syarat-syarat Qiyas        ...........................................................................6
D.    Kedudukan dan Dasar Kehujjahan Qiyas           ……………………......6
E.     Macam macam Qiyas      ...........................................................................7
F.      Batasan Qiyas      .......................................................................................8
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan            ………………………………………………………....
B. Saran          ……….………………………………………………………….
DAFTAR PUSTAKA                        ……………………………………………...……











KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya dalam menyelesaikan makalah ini. kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin.





                                                                                    Pontianak,  Oktober  2012

                                                                                                            Penulis
BAB I
 PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Sumber hukum islam selain alquran dan hadist, juga ada metode untuk merumuskan hukum baru yang belum dijelaskan secara terperinci oleh Alquran dan hadist, dan tejadi setelah wafatnya nabi. Sehingga diperlukan suatu metode hukum agar bisa menjawab permasalahan hukum yang belum dijelaskan tersebut. Yang para Ulama menyebutnya dengan Qiyas.

B.     Rumusan Masalah
Agar mengetahui asal muasal qiyas ?
Agar mengetahui kenapa Qiyas sangat diperlukan ?





BAB II
PEMBAHASAN

A.    PENGERTIAN QIYAS
Menurut bahasa qiyas artinya ukuran atau mengukur, mengetahui ukuran sesuatu, atau menyamakan sesuatu dengan yang lain. Dengan demikian qiyas diartikan mengukur sesuatu atas yang lain, agar diketahui persamaan diantara keduanya.
Secara terminology, adapun pengertian qiyas menurut imam Syafi’I yaitu menghubungkan sesuatu yang tidak disebutkan nas (al- qur’an dan al- hadist) kepada sesuatu yang disebutkan hukumnya karena serupa makna hukum yang disebutkan nas.
Dari beberapa definisi yang dikemukakan para ahli Ushul Fiqh, maka dapat dijelaskan bahwa Qiyas menurut istilah ialah :
Menggabungkan suatu pekerjaan pada pekerjaan lain tentang hukumnya, karena kedua pekerjaan itu memiliki persamaan sebab (illat) yang menyebabkan hukumnya harus sama”. (Khairul Ummam.dkk.Ushul Fiqh1.Pustaka Setia,Bandung.2000)

Menurut ulama Syafi’iyah mendifinisikan qiyas adalah :
“membawa (hukum) yang (belum) diketahui kepada (hukum) yang diketahui untuk menetapkan hukum bagi keduanya, karena adanya sesuatu yang menyatukan keduanya, baik hukum maupun sifat”

B.     RUKUN QIYAS
Para ulama ushul fiqh sepakat bahwa rukun qiyas ada 4, yaitu ashl (wadah hukum yang ditetapkan melalui nash atau ijma),’ far’u (kasus yang akan ditentukan hukumnya), illat (motivasi hukum) yang terdapat dan terlihat oleh mujtahid pada ashl, dan hukum al-ashl.
    I.            Al-Ashl , menurut para ahli ushul fiqh, merupakan objek yang telah di tetapkan hukumnya oleh ayat-ayat  Al-Quran, hadist Rasulullah SAW, atau ijma. Misalnya pengharaman wisky dengan mengqiyaskan kepada khamar,’ maka yang ashal itu adalah khamar, yang telah ditetapkan hukumnya melalui nash. Ayat 90-91 surat al-maidah.
 II.            Far’u, adalah objek yang akan ditentukan hukumnya, yang tidak ada nash atau ijma, yang tegas dalam menentukan hukumnya, seperti wisky, capcuan,dll
III.            Illat, adalah sifat yang menjadi motif dalam menemukan hukumnya, yang tidak ada nash atau ijma yang tegas dalam menentukan hukumnya seperti wisky dalam kasus diatas.
IV.            Al-Ashl, adalah sifat yang menjadi motif dalam menentukan hukum dalam kasus khamar diatas illatnya adalah memabukan.
Ashl/Pokok
Furu’/Cabang
Illat
Hukum
Khamar
Wisky
Memabukkan
Haram
Gandum
Padi
Mengenyangkan
Wajib
Lain-lain
-
-
-


C.    SYARAT-SYARAT QIYAS
Untuk menetapkan hukum suatu perkara dengan qiyas yang belum ada ketentuannyadalam alquran dan hadist haru memenuhi syarat sebagai berikut :
1.      Syarat syarat ashl (soal soal pokok)
a)      Hukum yang hendak dipilih untuk cabang maasih ada hukum pokoknya.
b)      Hukum yang ada dalam hukum pokok harus hukum syara bukan hukum akal atau bahasa.
c)      Hukum pokok bukan merupakan hukum pengecualian, seperti sahnya puasa orang lupa meskipun makan dan minum.
2.      Syarat syarat cabang
a)      Hukum cabang tidak lebih dulu ada dari pada hukum pokok. Missal : mengqiyaskan wudhu dengan tayamum. Contoh ini tidak benar sebab wudhu ialah cabang. Diadakan sebelum hijrah. Sedang tayamum (sebagai pokok) diadakan sesudah hijrah.
b)      Cabang tidak mempunyai ketentuan tersendiri.
c)      Illat yang terdapat pada cabang harus sama dengan illat yang terdapat pada pokok.
d)     Hukum cabang harus sama dengan hukum pokok.
3.      Syarat syarat illat
a)      Illat harus tetap berlaku
b)      Illat brpengaruh pada hukum
c)      Illat tidak berlawanan dengan nash
d)     Illat harus berupa sesuatu yang jelas dan berpengaruh untuk kemaslahatan ummat.


D.    KEDUDUKAN dan DASAR KEHUJJAHAN QIYAS
Sebagian ulama sunni berpendapat bahwa qiyas adalah salah satu dumber hukum islam. Ulama yang menjadikan qiyas sebagai sumber hukum atau disebut (musbitul qiyas) dan mereka mempunyai dasar yang kuat baik dari nas maupun dari akal. Dalam alquran terdapat banak ayat yang menyuruh manusia menggunakan akalnya semaksimal mungkin. Tidak kurang dari 50 ayat al quran yang mendorong manusia menggunakan akalnya. Diantaranya dapat dilihat dalam surat al-Hasyr ayat 2 berikut ini :

Artinya :
maka ambillah (kejadian itu) untuk menjadi pelajaran, wahai orang orang yang mempunyai pandangan”
Dasar qiyas sebagai sumber hukum islam adalah sebuah hadist dari ibnu abbas berikut  :
Artinya : “dari ibnu abbas, seorang perempuan dari kabilah juhainah telah dating kepada nabi. Ia bertanya, “sesungguhnya ibuku telah bernazar akan pergi haji tetapi ia tidak melaksnakannya sampai wafat.” Apakah saya boleh mengerjakan haji untuk ibuku? “nabi menjawab :”ya boleh, kerjakanlah haji untuknya. Bagaimana pendapat kalau ibumu sewaktu wafat meninggalkan utang, bukankah engkau yang membayarnya? Hendaklah engkau penuhi hak Allah sebab Hak Allah lebih utama untuk di penuhi.” (HR.Bukhori)

E.     MACAM MACAM QIYAS
Qiyas mempunyai tingkatan yang berbeda beda. Perbedaaan tersebut berdasarkan pada tingkatan kekuatan hukum karena adanya illah yang ada pada ashl dan furu,’ adapun tingkatan terebut pada umumnya dibagi menjadi menjadi tiga yaitu :
a)      Qiyas Aula, yaitu qiyas yang apabila ‘illahnya mewjibkan adanya hukum . misalnya berkata kepada kedua orang tua dengan mengatakan “uh”,”eh”,”busyet” atau kata-kata lain yang semakna dan menyakitkan itu hukumnya haram , sesuai dengan firman allah QS.Al-isra (17):23

Artinya : “maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah”.

b)      Qiyas musawi , yaitu qiyas yang apabila ‘illahnya mewajibkan adanya hukum dan sama antara hukum yang ada pada al-ashlu maupun hukum yang ada pada al-far’u (cabang). Contohnya, keharaman memakan harta anak yatim berdasarkan firman allah QS.An-nisa’(4):10
Artinya : “sebenarnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim, sbenarnya mereka tu menelan api dalam perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka)”.

c)      Qiyas adna, yaitu adanya hukum al-far’u lebih lemah bila dirujuk dengan hukum al-ashlu. Sebagai contoh, mengqiyaskan hukum apel kepada gandum dalam hal riba fadl (riba yang terjadin karena adanya kelebihan dalam tukar menukar antara dua bahan kebutuhan pokok atau makanan). Dalam masalah kasus ini,’illah hukumnya adalah baik apel maupun gandum merupakan jenis makanan yang bias dimakan dan ditakar. Namun apel tidak makanan pokok . oleh karenanya, ‘illah yang ada pada apel lebih lemah dibandingkan dengan illat pada gandum yang menjadi makanan pokok .

F.      Batasan Ijma dan Qiyas
Menurut Al-Syafi’I ijma’ hanya terjadi pada masalah-masalah yang bersifat ma’lum minaddin biddoruroh dalam arti masalah-masalah yang harus diketahui oleh seluruh lapisan umat islam. Seperti masalah kewajiban sholat.
Adapun qiyas hanya terjadi pada masalah- masalah furu’iyyah seperti masalah       Pemukulan terhadap orang tua. Sementara itu Al- Ghazali mengemukakan semacam perbedaan antara mu’amalat dan ibadat; bahwa dalam mu’amalat maslahat selalu dapat ditangkap, sedangkan bidang ibadat umumnya bersifat tahakkum (semata- mata diatur atas kehendak Allah), dan hikmah (luthf) yang dikandungnya tidak mudah ditangkap. Itulah sebabnya, Al- Syafi’I menahan diri, tidak melakukan qiyas pada bidang ibadat, kecuali bila maknanya benar- benar nyata.











DAFTAR PUSTAKA

Drs.Umam Khairul,dkk.Ushul Fiqh.CV.Pustaka Setia.Bandung 1998
Drs.Usman,M.Ag,dkk.Hikmah Fiqh.CV.Akik Pusaka.2008
Syafi’i Rahcmat.Ilmu Ushul Fiqh.CV.Pustaka Setia.Bandung 1999

1 komentar: