TUGAS KELOMPOK
DOSEN PENGAMPU : Ust.Syaiful Ilmi M.Si
DISUSUN
O
L
E
H
Muhammad Abduh L
NIM : 1112210979
Hayatuni
NIM : 1112211184
PROGRAM STUDI MUAMALAH
JURUSAN SYARIAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) PONTIANAK
2011/2012
DAFTAR
ISI
KATA PENGANTA …………………………………………………........
DAFTAR ISI …………………………………………………….................
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ……………………………………………………… i
B. Rumusan Masalah …..…………………………………………..ii
BAB II PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Qiyas .....................................................................................5
B.
Rukun-rukun
Qiyas ..........................................................................5
C.
Syarat-syarat Qiyas ...........................................................................6
D.
Kedudukan dan Dasar Kehujjahan Qiyas ……………………......6
E.
Macam
macam Qiyas ...........................................................................7
F.
Batasan
Qiyas .......................................................................................8
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan ………………………………………………………....
B. Saran ……….………………………………………………………….
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………...……
KATA
PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT
yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya dalam menyelesaikan makalah ini.
kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu
kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan
demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang
telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir.
Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin.
Pontianak, Oktober 2012
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sumber hukum islam selain alquran dan hadist, juga ada metode untuk
merumuskan hukum baru yang belum dijelaskan secara terperinci oleh Alquran dan
hadist, dan tejadi setelah wafatnya nabi. Sehingga diperlukan suatu metode
hukum agar bisa menjawab permasalahan hukum yang belum dijelaskan tersebut.
Yang para Ulama menyebutnya dengan Qiyas.
B. Rumusan Masalah
Agar mengetahui asal muasal qiyas ?
Agar mengetahui kenapa Qiyas sangat
diperlukan ?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN QIYAS
Menurut bahasa qiyas artinya ukuran atau
mengukur, mengetahui ukuran sesuatu, atau menyamakan sesuatu dengan yang lain. Dengan
demikian qiyas diartikan mengukur sesuatu atas yang lain, agar diketahui
persamaan diantara keduanya.
Secara terminology, adapun pengertian qiyas menurut imam
Syafi’I yaitu menghubungkan sesuatu yang tidak disebutkan nas (al- qur’an dan
al- hadist) kepada sesuatu yang disebutkan hukumnya karena serupa makna hukum
yang disebutkan nas.
Dari beberapa definisi yang dikemukakan para ahli
Ushul Fiqh, maka dapat dijelaskan bahwa Qiyas menurut istilah ialah :
“Menggabungkan suatu pekerjaan pada pekerjaan lain
tentang hukumnya, karena kedua pekerjaan itu memiliki persamaan sebab (illat)
yang menyebabkan hukumnya harus sama”. (Khairul Ummam.dkk.Ushul
Fiqh1.Pustaka Setia,Bandung.2000)
Menurut ulama Syafi’iyah mendifinisikan qiyas adalah :
“membawa (hukum) yang (belum) diketahui kepada (hukum)
yang diketahui untuk menetapkan hukum bagi keduanya, karena adanya sesuatu yang
menyatukan keduanya, baik hukum maupun sifat”
B.
RUKUN QIYAS
Para ulama ushul fiqh sepakat bahwa rukun
qiyas ada 4, yaitu ashl (wadah hukum yang ditetapkan melalui nash atau ijma),’
far’u (kasus yang akan ditentukan hukumnya), illat (motivasi hukum) yang
terdapat dan terlihat oleh mujtahid pada ashl, dan hukum al-ashl.
I.
Al-Ashl , menurut para ahli ushul fiqh, merupakan objek yang
telah di tetapkan hukumnya oleh ayat-ayat Al-Quran, hadist Rasulullah SAW, atau ijma.
Misalnya pengharaman wisky dengan mengqiyaskan kepada khamar,’ maka yang ashal
itu adalah khamar, yang telah ditetapkan hukumnya melalui nash. Ayat 90-91
surat al-maidah.
II.
Far’u, adalah objek yang akan ditentukan hukumnya, yang tidak
ada nash atau ijma, yang tegas dalam menentukan hukumnya, seperti wisky,
capcuan,dll
III.
Illat, adalah sifat yang menjadi motif dalam menemukan
hukumnya, yang tidak ada nash atau ijma yang tegas dalam menentukan hukumnya
seperti wisky dalam kasus diatas.
IV.
Al-Ashl, adalah sifat yang menjadi motif dalam menentukan hukum
dalam kasus khamar diatas illatnya adalah memabukan.
Ashl/Pokok
|
Furu’/Cabang
|
Illat
|
Hukum
|
Khamar
|
Wisky
|
Memabukkan
|
Haram
|
Gandum
|
Padi
|
Mengenyangkan
|
Wajib
|
Lain-lain
|
-
|
-
|
-
|
C.
SYARAT-SYARAT QIYAS
Untuk menetapkan hukum suatu perkara dengan
qiyas yang belum ada ketentuannyadalam alquran dan hadist haru memenuhi syarat
sebagai berikut :
1. Syarat syarat ashl (soal soal pokok)
a) Hukum yang hendak dipilih untuk cabang
maasih ada hukum pokoknya.
b) Hukum yang ada dalam hukum pokok harus
hukum syara bukan hukum akal atau bahasa.
c) Hukum pokok bukan merupakan hukum
pengecualian, seperti sahnya puasa orang lupa meskipun makan dan minum.
2. Syarat syarat cabang
a) Hukum cabang tidak lebih dulu ada dari pada
hukum pokok. Missal : mengqiyaskan wudhu dengan tayamum. Contoh ini tidak benar
sebab wudhu ialah cabang. Diadakan sebelum hijrah. Sedang tayamum (sebagai
pokok) diadakan sesudah hijrah.
b) Cabang tidak mempunyai ketentuan
tersendiri.
c) Illat yang terdapat pada cabang harus sama
dengan illat yang terdapat pada pokok.
d) Hukum cabang harus sama dengan hukum pokok.
3. Syarat syarat illat
a) Illat harus tetap berlaku
b) Illat brpengaruh pada hukum
c) Illat tidak berlawanan dengan nash
d) Illat harus berupa sesuatu yang jelas dan
berpengaruh untuk kemaslahatan ummat.
D.
KEDUDUKAN dan DASAR KEHUJJAHAN QIYAS
Sebagian ulama sunni berpendapat bahwa
qiyas adalah salah satu dumber hukum islam. Ulama yang menjadikan qiyas sebagai
sumber hukum atau disebut (musbitul
qiyas) dan mereka mempunyai dasar yang kuat baik dari nas maupun dari akal.
Dalam alquran terdapat banak ayat yang menyuruh manusia menggunakan akalnya
semaksimal mungkin. Tidak kurang dari 50 ayat al quran yang mendorong manusia
menggunakan akalnya. Diantaranya dapat dilihat dalam surat al-Hasyr ayat 2
berikut ini :
Artinya :
“maka ambillah
(kejadian itu) untuk menjadi pelajaran, wahai orang orang yang mempunyai
pandangan”
Dasar qiyas sebagai sumber hukum islam adalah sebuah
hadist dari ibnu abbas berikut :
Artinya : “dari ibnu abbas, seorang perempuan dari
kabilah juhainah telah dating kepada nabi. Ia bertanya, “sesungguhnya ibuku
telah bernazar akan pergi haji tetapi ia tidak melaksnakannya sampai wafat.”
Apakah saya boleh mengerjakan haji untuk ibuku? “nabi menjawab :”ya boleh,
kerjakanlah haji untuknya. Bagaimana pendapat kalau ibumu sewaktu wafat meninggalkan
utang, bukankah engkau yang membayarnya? Hendaklah engkau penuhi hak Allah
sebab Hak Allah lebih utama untuk di penuhi.” (HR.Bukhori)
E.
MACAM MACAM QIYAS
Qiyas mempunyai tingkatan yang berbeda
beda. Perbedaaan tersebut berdasarkan pada tingkatan kekuatan hukum karena
adanya illah yang ada pada ashl dan furu,’ adapun tingkatan terebut pada
umumnya dibagi menjadi menjadi tiga yaitu :
a) Qiyas Aula, yaitu qiyas yang apabila
‘illahnya mewjibkan adanya hukum . misalnya berkata kepada kedua orang tua
dengan mengatakan “uh”,”eh”,”busyet” atau kata-kata lain yang semakna dan
menyakitkan itu hukumnya haram , sesuai dengan firman allah QS.Al-isra (17):23
Artinya : “maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan
“ah”.
b) Qiyas musawi , yaitu qiyas yang apabila
‘illahnya mewajibkan adanya hukum dan sama antara hukum yang ada pada al-ashlu
maupun hukum yang ada pada al-far’u (cabang). Contohnya, keharaman memakan
harta anak yatim berdasarkan firman allah QS.An-nisa’(4):10
Artinya : “sebenarnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim,
sbenarnya mereka tu menelan api dalam perutnya dan mereka akan masuk ke dalam
api yang menyala-nyala (neraka)”.
c) Qiyas adna, yaitu adanya hukum al-far’u
lebih lemah bila dirujuk dengan hukum al-ashlu. Sebagai contoh, mengqiyaskan
hukum apel kepada gandum dalam hal riba fadl (riba yang terjadin karena adanya
kelebihan dalam tukar menukar antara dua bahan kebutuhan pokok atau makanan).
Dalam masalah kasus ini,’illah hukumnya adalah baik apel maupun gandum
merupakan jenis makanan yang bias dimakan dan ditakar. Namun apel tidak makanan
pokok . oleh karenanya, ‘illah yang ada pada apel lebih lemah dibandingkan
dengan illat pada gandum yang menjadi makanan pokok .
F. Batasan Ijma
dan Qiyas
Menurut Al-Syafi’I ijma’ hanya terjadi pada
masalah-masalah yang bersifat ma’lum minaddin biddoruroh dalam arti
masalah-masalah yang harus diketahui oleh seluruh lapisan umat islam. Seperti
masalah kewajiban sholat.
Adapun qiyas hanya terjadi pada masalah- masalah
furu’iyyah seperti masalah Pemukulan terhadap orang tua. Sementara itu
Al- Ghazali mengemukakan semacam perbedaan antara mu’amalat dan ibadat; bahwa
dalam mu’amalat maslahat selalu dapat ditangkap, sedangkan bidang ibadat
umumnya bersifat tahakkum (semata- mata diatur atas kehendak Allah), dan
hikmah (luthf) yang dikandungnya tidak mudah ditangkap. Itulah sebabnya,
Al- Syafi’I menahan diri, tidak melakukan qiyas pada bidang ibadat, kecuali
bila maknanya benar- benar nyata.
DAFTAR PUSTAKA
Drs.Umam Khairul,dkk.Ushul Fiqh.CV.Pustaka Setia.Bandung 1998
Drs.Usman,M.Ag,dkk.Hikmah Fiqh.CV.Akik Pusaka.2008
Syafi’i
Rahcmat.Ilmu Ushul Fiqh.CV.Pustaka Setia.Bandung 1999
masih baru belajar blog
BalasHapus