Selasa, 23 Oktober 2012

perjanjian kerja / perburuhan


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Tentang Perjanjian & Perjanjian Kerja
·         Pengertian
~                               Jika kita membicarakan tentang definisi perjanjian, maka pertama-tama harus diketahui ketentuan pengertian perjanjian yang diatur oleh KUHPerdata pasal 1313 yang berbunyi :
“Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih lainnya”.
Menurut Abdul Kadir Muhammad, S.H dalam buku nya yang berjudul Hukum Perikatan, antara lain disebutkan bahwa didalam suatu perjanjian termuat beberapa unsur, yaitu :
a.       Ada pihak-pihak
Pihak pihak yang ada disini paling sedikit harus ada dua orang.
b.      Ada persetujuan antara para pihak
Para pihak sebelum membuat perjanjian diberikan kebebasan untuk saling tawar menawar tanpa paksaan.
c.       Ada tujuan yang akan dicapai
Dalam mencapai satu atau beberapa tujuan tertentu, para pihak terikat bahwa tujuan tersebut tidak boleh bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan dan ketertiban umum.
d.      Ada prrestasi yang harus dilaksanakan
e.       Ada bentuk tertentu
Suatu perjanjian dapat dibuat secara lisan maupun tertulis, jika secara tertulis maka dibuat oleh pihak dihadapan seorang pejabat umum yang diberi wewenang untuk itu.
f.                Ada syarat syarat tertentu


~        Perjanjian Kerja
Perjanjian yang dalam bahasa belanda biasa disebut Arbeidsovereenkoms, yang dapat diartikan dalam beberapa pengertian . pengertian pertama disebutkan dalam ketentuan pasal 1601 a KUHPerdata, mengenai perjanjian kerja disebutkan bahwa :
“ Perjanjian kerja adalah suatu perjanjian dimana pihak yang satu si buruh, mengikatkan dirinya untuk dibawah perintahnya pihak yang lain, si majikan untuk suatu waktu tertentu, melakukan pekerjaan dengan menerima upah ”.
          
           Selain itu pengertian mengenai perjanjian kerja diketengahkan oleh seorang pakar Hukum Perburuhan Indonesia yaitu, Bapak Prof .R. Iman Soepono, S.H. yang menerangkan bahwa perihal pengertian tentang perjanjian kerja, beliau mengemukakan bahwa : “ Perjanjian kerja adalah suatu perjanjian dimana pihak kesatu , buruh, mengikatkan diri untuk bekerja dengan menerima upah pada pihak lainnya, majikan yang mengikatkan diri untuk mengerjakan buruh itu dengan membayar upah”[1].

Selanjutnya perihal pengertian Perjanjian Kerja, ada lagi pendapat Prof Subekti, S.H. beliau menyatakan dalam bukunya Aneka Perjanjian, disebutkan bahwa perjanjian kerja adalah :
“ Perjanjian antara seorang “buruh” dengan seorang “majikan” perjanjian mana ditandai dengan ciri ciri ; adanya suatu upah atau gaji tertentu yang diperjanjikan dan adanya suatu hubungan diperatas yaitu suatu hubungan berdasarkan mana pihak yang satu (majikan) berhak memberikan perintah perintah yang harus di taati oleh pihak yang lain.[2]

           Perihal perjanjian kerja Wiwoho Soedjono, S.H, mengemukakan  bahwa pengertian perjanjian kerja adalah hubungan antara seseorang yang bertindak sebagai pekerja atau buruh dengan seseorang yang bertindak sebagai majikan.[3]

Dengan adanya pengertian tentang perjanjian seperti ditentukan diatas, bisa diambil kesimpulan bahwa kedudukan antara para pihak yang mengadakan perjanjian adalah sama dan seimbang. Hal ini akan berlainan dengan pengertian perjanjian kerja.

B.     Ketentuan Hukum Dalam Perjanjian Kerja
·         Unsur unsur didalam perjanjian kerja
a.       Adanya Unsur Work atau Pekerjaan
Didalam suatu perjanjian kerja tersebut haruslah ada suatu pekerjaan yang diperjanjikan dan dikerjakan sendiri oleh pekerja yang membuat perjanjian kerja tersebut. Pekerjaan mana yaitu yang dikerjakan oleh pekerja itu sendiri, haruslah berdasarkan dan berpedoman pada perjanjian kerja.[4]
Adapun bunyi pasal 1603a KUHPerdata adalah :
“Buruh wajib melakukan sendiri pekerjaannya; hanyalah dengan izin majikan ia dapat menyuruh seseorang ketiga menggantikannya” (pasal 1383 KUHPerdata)

b.      Adanya Unsur Servis atau Pelayanan
Bahwa dalam melakukan pekerjaan yang dilakukan sebagai manifestasi adanya perjanjian kerja teersebut, pekerja haruslah tunduk pada perintah orang lain, yaitu pihak pemberi kerja dan harus tunduk dan dibawah perintah orang lain, si majikan. Dengan adanya ketentuan tersebut , menunjukan bahwa si pekerja dalam melaksanakan pekerjaannya berada dibawah wibawa orang lain, yaitu si majikan.
c.        Adanya Unsur Time atau Unsur Tertentu
Bahwa dalam melakukan hubungan kerja tersebut, haruslah dilakukakan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan dalam perjanjian kerja atau peraturan perundang undangan. Oleh karna itu dalam melakukan pekerjaannya, pekerja tidak boleh melakukan sekehendak dari si majkan dan juga boleh dilakukan dalam kurun waktu seumur hidup, sebab jika terjadi demikian pribadi mansuia akan hilang, sehingga timbullah apa yang di namakan perbudakan dan bukan perjanjian kerja.[5]
d.      Adanya Unsur Upah atau Pay
Jika seseorang yang bekerja, dalam melaksanakan pelerjaannya untuk mendapatkan selain upah, akan tetapi yang menjadi tujuannya adalah selain upah, maka pelaksanaan pekerjaa tersebut sulit untuk dikatakan sebagai pelaksanaan perjanjian kerja.
Upah maksudnya adalah imbalan prestasi yang wajib dibayar oleh majikan untuk pekerjaan itu.[6]

C.     Beberapa Macam Perjanjian Kerja
Dalam penyelenggaraan pembuatan perjanjian kerja, pada praktek pelaksanaannya ada terdapat beberapa macam dan jenisnya. Akan tetapi yang perlu diketahui dan sering didapat dalam ruang lingkup ketenagakerjaan, pada umumnya hampir semuan perjanjian kerja sama bentuk, macam dan jenisnya. Walaupun demikian ternyata disana sini ada mengandung perbedaan perbedaan tertentu, namun yang relevan untuk di uraikan dan diketahui lebih mendalam ada 5 macam perjanjian kerja[7], yaitu :
a)      Pejanjian Kerja Tertentu
Yang dimaksud dengan pengertian perjanjian kerja tertentu atau sekarang lazim disebut dengan kesepakatan kerja tertentu, ada pasal 1 huruf a Peraturan Mentri Tenaga Kerja Nomor 05/MEN/1986, yang berbunyi :
Kesepakatan kerja tertentu adalah kesepakatan kerja antara pekerja dengan pengusaha, yang diadakan untuk waktu tertentu atau untuk pekerjaan tertentu.
Perjanjian kerjaa tertentu diadakan karena jenis dan sifat pekerjaan yang menjadi objek perjanjian kerja tersebut, memang mengharuskan demikian. Misalnya saja suatu pekerjaan yang menjadi obyek perjanjian kerja adalah suatu pembangunan sebuah gedung atau perbaikan jalan. Maka para pihak, yaitu pengusaha dan pekerja, dalam membuat perjanjian kerja untuk dijadikan dasar hubungan kerja atas pekerjaan tersebut, adalah wajar jika pembuatannya dilakukan dalam bentuk Perjanjian Kerja Tertentu. Karena memang pekerjaan yang menjadi obyek perjanjian tersebut menurut sifat dan jenisnya dalam waktu tertentu akan habis.
Dalam membuat suatu kesepakatan kerja tertentu ada batas waktu maksimal yang boleh mereka perjanjikan, yaitu paling lama dalam jangka waktu 2 (dua) tahun. Apabila ternyata karena sesuatu hal kesepakatan tersebut akan di perpanjang, maka hanya boleh diperpanjang satu kali saja, untuk paling lama dalam jangka waktu yang sama, dengan ketentuann bahwa jumlah seluruhnya waktu dalam kesepakatan kerja tertentu itu tidak boleh lebih dari 3 (tiga) tahun. Walaupun demikan kalauu ada alasan alasan mendesak untuk jenis pekerjaan tertentu dengan syarat meminta izin kepad Mentri Tenaga Kerja RI, ketentuan tersebut diatas bisa disimpan atau dikesampingkan.




b)      Perjanjian Kerja Persaingan atau Concurentie beding
Tentang Concurentie Beding, atau biasa disebut dengan Perjanjian Kerja Persaingan, ada diatur pada pasal 1601 x ayat 1 KUHPerdata, yang memberikan ketentuan bahwa pengertian Perjanjian Persaingan adalah :
“Suatu janji antara majikan dan buruh di mana pihak yang beklakangan ini dibatasi kekuasaannya untuk setelah berakhirnya hubungan kerja, bekerja dengan atau cara Perjanjian tersebut hanyalah sah, jika dibuat dalam perjanjian tertulis atau dalam peraturan perusahaan, dengan seorang buruh dewasa”.

c)      Perjanjian Kerja di rumah
Mengenai pengertian perjanjian kerja dirumah itu sendiri, di dalam KUHPerdata maupun didalam peraturan perundang undangan lainnya tidak ditemukan secara tegas. Akan tetapi pengertian perjanjian kerja di rumah tersebut ada diketengahkan oleh seorang pakar Hukum Perburuhan Belanda yaitu Prof.Mr.M.G.Rood, yang mana beliau memberikan batasan batasan tentang pengertian perjanjian kerja dirumah sebagai berikut :
“Perjanjian kerja dirumah adalah suatu perjanjian dimana pihak yang satu, pekerja membuat suatu persetujuan dengan pihak lain, yaitu orang yang memberi pekerjaan, si majikan. Untuk dibawah pengawasan majikan melakukan pekerjaan di rumah dengan imbalan yang saling disetujui sebelumnya antara kedua belah pihak”.[8]
Pasal 1602 s ayat 1 KUHPerdata berbunyi bahwa :
“Dalam hal upah buruh seluruhnya atau sebagian ditetapkan berupa pemondokan, makan atau keperluan hidup lainnya, majikan wajib , asal sesuai dengan syarat kesehatan dan kesusilaan, memenuhinya menurut kebiasaan setempat”.

d)     Perjanjian Kerja Laut
Pengertian tentang perjanjian kerja laut (PKL) dapat di temukan pada pasal 395 KUHDagang, yang berbunyi :
“Perjanjian kerja laut adalah perjanjian yang dibuat antara seseorang kapal disatu pihak dan seorang buruh di pihak lain, dengan mana pihak tersebut terakhir menyanggupi untuk di bawah perintah pengusaha melakukan pekerjaan dengan mendapat upah, sebagai Nahkoda atau anak buah kapal”
·         Prosedur pembuatan Perjanjian Kerja Laut
~        Perjanjian kerja laut yang dibuat antara pengusaha kapal dengan Nahkoda atau Perwira Kapal harus dibuat secara tertulis dengan ancaman pembatalan;
~        Dan Perjanjian kerja laut yang dibuat antara pengusaha kapal dengan anak buah kapal atau buruh, harus dibuat dihadapan seorang pegawai yang di angkat oleh yang berwajib.
·         Macam macam Perjanjian Laut
Dalam pembuatan Perjanjian kerja laut, pada umumnya dibedakan menjadi 3 (tiga) macam perjanjian, yaitu :
~        Perjanjian kerja laut untuk waktu tertentu
Dalam perjanjian ini, dibuat hanya untuk waktu tertentu saja, misalnya untuk masa waktu 1 atau 2 tahun. Perjanjian tersebut akan berakhir manakala waktu yang di tentukan telah berakhir.
~        Perjanjian kerja laut yang dibuat menurut pelayaran atau trayek tertentu.
Dalam perjanjian macam ini, suatu perjanjian kerja laut dibuat dengan maksud hanya berlaku untuksatu atau beberapa pelayaran saja.
~        Perjanjian kerja di laut untuk waktu tidak tertentu.
Dalam perjanjian ini, waktu ysng diperjnjikan biasanya berlangsung lama, akan tetapi para pihak selama waktu mana perjanjian atau hubungan kerja tersebut berlangsung, ternyata buruh atau anak buah kapal diberhentikan oleh pengusaha kapal, pemberhentian hubungan kerja tersebut harus dengan mengindahkan jangka waktu yang di tentukan untuk itu.
Perjanjian ini di selenggarakan biasanya karena jenis dan sifatnya suatu pelayaran berjalan secara tetap atau berlayar secara reguler. Namun pada masa sekarang macam perjanjian yang terakhir ini jarang dilakukan oleh para pihak yang membuat perjanjian kerja laut. Terutama bagi pengusaha kapal, karena dengan macam perjanjian ini, jika sewaktu waktu telah tidak memerlukan tenaga dari anak buah kapal tersebut, mereka tidak seenaknya bisa mengakhiri hubungan kerjanya, dan tidak didapati suatu perjanjian putus demi hukum.

D.    Pemutusan Hubungan Kerja
Dalam kehidupan sehari hari pemutusan hubungan kerja antara pekerja / buruh dengan pengusaha lazimnya disebut dengan istlah PHK atau pengakhiran hubungan kerja, yang dapat terjadi karena telah berakhirnya waktu terrentu yang telah di sepakati / diperjanjikan sebelumnya dan dapat pula terjadi karna adanya perselisihan antara pekerja / buruh dan pengusaha, meninggalnya pekerja / buruh karna sebab lainnya.
Dalam praktik, pemutusan hubungan kerja yang terjadi karena berakhirnya berakhirnya waktu yang telah ditetapkan dalam perjanjian kerja, tidak menimbulkan permasalahan terhadap kedua belah pihak (pekerja buruh maupun pengusaha) karena pihak-pihak yang bersangkutan sama sama telah menyadari atau mengetahui saat berakhirnya hubungan kerja tersebut. Berbeda halnya dengan pemutusan yang terjadi karena perselisihan, keadaan ini akan membawa dampak terhadap kedua belah pihak, lebih lebihpekerja/buruh yang dipandang dari sudut ekonomis mempunyai kedudukan yang lemah jika dibandingkan dengan pihak pengusaha. Karena pemutusan hubungan kerja bagi pihak pekerja akan memberi pengaruh psikologis, ekonomis, dan finansial, sebab :
·         Dengan adanya pemutusan kerja, bagi pekerja/buruh telah kehilangn mata pencaharian,
·         Untuk mencari pekerjaan baru untuk penggantinya butuh biaya banyak,
·         Kehilangan biaya hidup untuk diri dan keluarganya sebelum mendapat pekerjaan baru.
Menurut pasal 1 angka 25 UU No.13 Tahun 2003,
“Pemutusan hubungan kerja adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja/buruh dan pengusaha” 
Dengan demikian, UU NO.13 Tahun 2003 mengatur pemutusan hubungan kerja pada :
  • Badan usaha yang berbadan hukum atau tidak,
  • Badan usaha milik orang perorangan, milik persekutuan atau milik badan hukum, baik milik swasta maupun milik negara,
  • Usaha usaha sosial dan usaha usaha lain yang mempunyai pengurus dan mempekerjakan orang lain dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain.






E.     Jenis jenis Pemutusan Hubungan Kerja
Secara yuridis dalam undang undang No.13 Tahun 2003 dikenal beberapa jenis pemutusan hubungan kerja.
Secara ringkas jenis jenis pemutusan hubungan kerja tersebut ialah :
1)      Pemutusan Hubungan Kerja Oleh Pengusaha
Pemutusan hubungan kerja oleh pengusaha merupakan jenis pemutusan hubungan kerja yang kerap kali terjadi. Hal ini disebabkan :
  • Perusahaan mengalami kemunduran sehingga perlu rasionalisasi atau pengurangan jumlah pekerja/buruh.
  • Pekerja/buruh telah melakukan kesalahan, baik kesalahan yang melanggar ketentuan yang tercantum dalam peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama (kesalahan ringan), maupun kesalahan pidana (kesalahan berat).
2)      Pemutusan Hubungan Kerja Oleh Pengadilan
Pemutusn kerja oleh pengadilan maksudnya bukanlah oleh pengadilan hubungan industrial, tetapi oleh pengadilan negri. Pengusaha dapat memutuskan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh melalui pengadilan negri dengan alasan pekerja/buruh telah melakukan kesalahn berat diantaranya tindak pidana.
3)      Pemutusan Hubungan Kerja Demi Hukum
Pemutusan hubungan kerja demi hukum dapat terjadi dalam hal berikut :
·         Pekerja/buruh mengundurkan diri atas kemauan sendiri
·         Perubahan status, penggabungan peleburan atau perubahan kepemilikan perusahaan dan pekerja/buruh tidak bersedia melanjutkan hubungan kerja.
·         Perusahaan tutup
Perusahaan tutup sebab mengalami kerugian selama 2 tahun dan kerugian tersebut sudah dibuktikan dengan laporan keuangan dua tahun terakhir yang telah di audit oleh akuntan publik.
·         Pekerja/buruh Meninggal Dunia
·         Pemutusan Hubungan Kerja karena Pensiun.
·         Pekerja/buruh Mangkir tidak masuk kerja
·         Pemutusan hubungan kerja oleh pekerja/buruh


















BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan
            Berbagai permasalahan klise dibidang ketenagakerjaan, seperti terjadinya kecelakaan di lingkungan kerja, perselisihan antara pengusaha dengan para pekerja, pemutusan hubungan kerja secara sepihak, dan kasu kasus yang menimpa para tenaga kerja Indonesia. Namun penyelesaian yang didasarkan keadilan masih sulit di harapkan sehingga terjadi pihak pekerja masih tetap menjadi pihak yang dirugikan. Hal ini terjadi karena pekerja berada diposisi yang lemah untuk itulah di perlukan peraturan yang mengatur ketenagakerjaan ini.

B.Saran
            Antara para pekerja/buruh terhadap pengusaha/majikan sangat erat kaitannya untuk suatu pekerjaan yang sedang di kerjakan, sebab seorang pengusaha/majikan tidak mungkin melakukan pekerjaan dengan sendiri pasti memerlukan tangan orang lain yang disebut dengan buruh. Sehingga jika terjadi suatu permasalahan pada klise ketenagakerjaan peraturan Indonesia meski tegas menyikapi hal ini untuk kelangsungan hidup para pekerja.









DAFTAR PUSTAKA
Asyhadie Zaeni, SH.,M.Hum.2008.Hukum Kerja. Jakarta. Raja Grafindo Persada
Djumadi S.H,1995. perjanjian kerja.jakarta
Wiwoho soedjono.2008.hukum perjanjian kerja.jakarta
H.Asikin Zainal,SH,SU.2004.dasar dasar hukum perburuhan.Jakarta
Husni Lalu,S.H,M.Hum.2008.Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia.Jakarta
Rian G.Kartasapooetra,S.H.1988.Pengantar Ilmu Hukum Len


[1] Iman Soepono, hlm 57
[2] Subekti, Aneka Perjanjian,Alumni Bandung.hlm.63. 1977.
[3] Wiwoho soedjono,hukum perjanjian kerja.jakarta hal 9
[4] Djumadi, S.H, M.Hum, perjanjian kerja.jakarta 2008. Hal 36
[5] Djumadi, loc.cit, hal 16
[6] M.G Rood. Hukum Perburuhan (bahan penataran), Bandung 1989, hal 3
[7] Djumadi S.H, perjanjian kerja.jakarta 1995, hal 49
[8] Pengertian tersebut disampaikan pada tanggal 7 sampai 19 agustus 1989 di Fakultas Hukum UNPAD,Bandung, dalam rangka kerja sama indonesia-belanda.